Monday, May 31, 2010

Kau Kalah, Aku Menang.

Seninmu telah kumakan. Nyam nyam nyam!

aku menatap kamu yang meratap

aku menatap.
ke atas langit yang tak beratap.
di sampingku, dinding koyak kelupas bagai kucing berkulit kurap.
semerbak bau jadi anyir wangi tak sedap.
kau menimba semangat yang terputar pelan mengendap-endap.

di sana,
beberapa lintah mengunyahmu sampai pekat gelap.
sampai habis hari-hari yang tak lagi menoleh ke belakang sebelum lenyap.

di sini,
aku menatapmu yang meratap.

Sunday, May 30, 2010

Membunuh Burger Keparat

Remah-remah roti sepadan dengan busuknya sikap dan perkataanmu tuan. Seraut wajah yang tertempel di batok kepalamu begitu kusut masai tercerabut hampir copot jadi sampah yang diinjak-injak di luar pagar yang sibuk mengunyah tanaman. Semburat racun kelabangmu bagai pensil tumpul patah dipaksa lari di atas kertas berwarna hitam legam tak berperikeputihan.

Kau masih saja menawarkan sekerat roti dengan daging hambar diapit di dalamnya. Kau masih saja bersikeras menyebutnya dengan ham bur ger. Ya, burger berisi daging ham yang lezat itu.

Biar saya koreksi kawan, yang kau tawarkan itu tidak lain hanyalah dua buah roti tawar yang mengapit selembar daging hambar.

Daging hambar.


Monday, May 17, 2010

Menghisap Hujan di Kaca Mobilmu

Separuh hari telah habis dikonsumsi. Separuh lagi kusimpan untuk hati. Jarak adalah pendedah rasa yang tak kuasa bahagia. Segurat pedih melekat erat pegang hati kuat-kuat. Semacam Laksamana petarung menjaga kapal dari karam, disuntingnya malam untuk merapalkan doa bagi jiwa yang tak mampu lagi membaca isyarat lebam jiwa yang terluka.

Hari masih panas saja. Semenjak dua hari yang lalu, ketika hujan turun dan menyapa. Kini di tengah matahari yang bersinar bersahaja, kuhisap hujan di kaca mobilmu.